Prabowo Subianto, Bakal Calon Presiden dari Koalisi Indonesia Maju akhirnya ketemu juga jodohnya—setelah sekian lama dalam hutan belantara penantian yang tak kunjung datang. Dan jodohnyapun jatuh kepada Gibran Rakabuming Raka alias Mas Gibran. Putra sulung Presiden Joko Widodo ini sejatinya belum bisa maju berkontestasi karena belum cukup umur. Sesuai pencacatan sipil, Gibran baru masuk usia 36 tahun, sementara yang dipersyaratkan dalam UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu seorang calon Presiden dan Wakil Presiden harus berumur minimal 40 tahun. Gibran mendapatkan ‘’karpet merah’’ setelah putusan Mahkamah Konstitusi ( MK )yang mengabulkan gugatan seorang Calon Presiden dan Wakil Presiden dibolehkan yang belum berumur 40 tahun asalkan punya pengalaman pernah menjabat Kepala Daerah atau sedang Menjabat Kepala Daerah. Dengar – dengar Tagline yang akan diperkenalkan paket ini adalah PAGI (Prabowo Gibran). Informasi yang beredar Prabowo yang mengingkan berpaket dengan Gibran. Beberapa calon lain tidak berhasil memikat hati Prabowo. Ada Erlangga, Eric Tohir atau Khofifah. Bahkan sebelumnya ada Cak Imin saat masih berkoalisi PKB. Prabowo begitu setia, rela bersabar dalam waktu yang begitu lama menunggu keluarnya putusan MK.
Prabowo tidak lagi memperdulikan isi putusan yang kontroversial tersebut. Baginya meloloskan Gibran maju sudah lebih dari cukup. Ada suara di public menyebut Prabowo sedang berada dalam kondisi trauma dengan kekalahannya selama ini berturut turut sudah tiga kali dan itu sangat menyakitkan. Dalam benaknya sudah sangat pragmatis, bagaimanapun caranya pemilu kali ini yang penting adalah menang. Dan potensi menang jika berhasil merebut basis loyalis pendukung Jokowi. Apalagi setelah ditinggal mayoritas suara dari kelompok Islam. Prabowo bertekat dan bulat hati bila kemenangan itu dengan harus berpaket Mas Gibran juga akan dilakukan tanpa ada perduli dengan isu politik dinasti. Sekali lagi yang dibutuhkan kemenangan. Prabowo tidak ada lagi kebutuhan mempertimbangan bagaimana menyelamatkan demokrasi.
Ada yang menyebut dalam Pilpres kali ini Prabowo berhasil membuktikan dirinya sebagai sosok yang benar benar Jenderal berpengalaman. Seorang ahli strategi dalam peperangan. Prabowo dicurigai berhasil menggunakan Politik Kuda Troya (Troya Horse) . Politik kuda troya ini lazim dipadanankan dengan politik yang licik, politik penuh tipu daya atau juga politik penyusupan. Prabowo berhasil mengubah persepsi yang dulu lawan, kini menjadi sosok kawan setia, tegak lurus pada Jokowi. Terbukti Prabowo perlahan tapi pasti sukses menarik para relawan Jokowi beralih mendukung dirinnya. Bukan hanya itu Prabowo juga diduga berhasil membuat konflik tajam antara Jokowi sekeluarga dengan Megawati dan PDIP. Sampai sampai Jokowi sekarang ini dilabel sebagai kaum penghinat, kacang lupa akan kulitnya dan lain sebagainya.
Prabowo boleh bermain politik kuda troya, namun jangan salah, Presiden Jokowi juga adalah ahli strategi politik. Jokowi punya misi besar untuk mengantisipasi pasca berkuasa di tahun 2024 mendatang dengan menitipkan anaknya Gibran sebagai Capres sehingga kendali pemerintahan ke depan tetap berada dalam genggamannya. Menitipkan Gibran bersama dengan Prabowo, dianggapnya lebih rasional ketimbang dengan Ganjar Pranowo. Prabowo selain survei yang signifikan, boleh jadi juga karena negosiasinya lebih mudah. Sedangkan dengan Ganjar Pranowo akan mengalami kesulitan dengan PDIP karena akan dianggap sebagai sosok yang rakus. Apalagi karakter Bu Mega yang selama ini sangat kuat menjunjung tinggi nilai demokrasi dan konstitusi. Jokowi dianggap berhasil memainkan caturnya dengan bermanuver mengusir halus PKB dalam Koalisi Indonesia Raya (KIR) yakni PKB dan Gerindra. Bagi Jokowi, keberadaan PKB akan menjadi batu sandungan bagi anaknya Gibran bisa berpaket dengan Prabowo, sehingga memberi jalan bagi PAN dan Golkar bergabung dalam koalisi Gerindra adalah cara halus dan efektif memainkan catur. PAN dan Golkar diyakini tak punya kemampuan menolak permintaan Jokowi dengan mempaketnya Prabowo dengan Gibran meski di atas kertas kedua ini sesungguhnya masing-masing memilki calon yang siap diperjuangkan. Hal yang sama pula dengan Prabowo sendiri seolah tak punya lagi pilihan selain berpaket Gibran karena faktor prebutan kolam suara loyalis Jokowi. Meski sebuah sumber menyebut Prabowo mengaku sangat dibuat pusing. Apalagi bila salah kelola, maka paket ini bisa terpental di putaran pertama.
Bila Prabowo menganut falsafah yang penting menang, maka bagi Jokowi yang dibutuhkan adalah kepastian regenerasi kjeluarganya (bapak saying anak) berkelanjutan. Momen kali ini belum tentu terulang pada waktu yang lain. Tak penting baginya dilabel sebagai penghinat apalagi dengan kiasan kacang lupa akan kulitnya. Bagi Jokowi dalam politik tidak kenal politik kesetiaan, balas budi tapi bagaimana sama sama memenuhi kebutuhan kepentingan. Karena tujuan berpoilitik adalah terpenuhinya kepentingan.
Jokowi memang tidak tegas menyatakan meninggalkan PDIP dan Ganjar Pranowo sebagai Capres PDIP. Cukup dengan pernyataan restu dan doa sebagai orang tua kepada Gibran sudah menegaskan pesan Jokowi kepada publik minimal pendukungnya bahwa PDIP baginya adalah partai yang terbaik di masa lalu. Begitupun Capres Ganjar Pranowo bukan putra terbaik Bangsa yang bisa dipercaya melanjutkan kepemimpinannya.
Syamsuddin Alimsyah, Ketua ASA Indonesia
Coretan di atas KRL dari Bogor Menuju Jakarta