Beberapa hari ini situasi politik tanah air seolah mengalami guncangan hebat. Pertama soal desakan pengusutan dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi Widodo. Bahkan nitizen sampai mendesak uji forensik sampai akhirnya Jokowi bersikap memutuskan melaporkan pencemaran nama baik Kepolda Metro Jaya. Jokowi dalam keterangan di media mengaku di hina sehinanya.
Berita Kedua, Desakan segera dilakukan pencopotan, pemberhentian atau bahasa lain pemakzulan terhadap Gibran Rakabuming Raka dari Kursi Wakil Presiden dengan berbagai alasan. Gibran adalah anak Jokowi yang pemilu lalu pencalonannya kontroversial bahkan digelari sebagai anak haram konstitusi. Ketiga jangan lupa adalah wabah phk karyawan yang juga sudah mulai melanda media.
Terkait desakan pemakzaulan Gibran sebenarnya sudah bergulir sejak lama. Bahkan sebelum dilantikpun sebenarnya Gerakan penolakan pelantikan juga sudah ramai di public. Sejak awal –proses pencalonan Gibran sesungguhnya cacat hukum. Melanggar konstitusi sampai lahir istilah anak haram konstitusi. Namun isu pemakzulan itu kembali panas semua setelah sejumlah Purnawirawan Jenderal TNI tiba tiba berkumpul berdiskusi dan akhirnya sampai pada titik kesimpulan tidak ada lagi alasan untuk mempertahankan. Tidak hanya karena cacat prosedur saja tapi karena kapasitasnya memang tidak mumpuni. Bahkan Jenderal paling senior Purn TNI Try Sutrisno turun langsung memimpin gerakan ini.
Pertanyaannya apa benar Gibran bisa dimakzulkan? Bagaimana mekanismenya?
Pemakzulan presiden atau wakil presiden sebenarnya sudah jelas diatur dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945.
Pasal 7A UUD 1945 menetapkan alasan-alasan bisa dilakukan pemakzulan kepada presiden dan atau wakil presiden dalam masa jabatannya. Misalnya karena terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercelah (mis deminor). maupun terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden.